Bank Indonesia atau BI baru-baru ini mengambil langkah tegas dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin/bps hingga mencapai level 6%. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada hari Kamis (20/10/2023), setelah delapan bulan lamanya.
Langkah peningkatan suku bunga ini berdampak signifikan terhadap sejumlah aspek dalam sektor keuangan, termasuk suku bunga deposito dan kredit perbankan, dan termasuk juga suku bunga untuk kredit kepemilikan rumah.
Dalam konteks ini, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memberikan pandangannya terhadap keputusan BI. Bank Mandiri menggambarkan bahwa tindakan BI ini adalah langkah pre-emptive, yang diambil sebagai langkah antisipatif terhadap fluktuasi kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve. Selain itu, langkah ini juga diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah.
Corporate Secretary BMRI, Rudi As Aturridha, dalam pernyataan tertulisnya menjelaskan bahwa penyesuaian suku bunga pinjaman dan simpanan akan bergantung pada kondisi likuiditas masing-masing perbankan, sambil mempertimbangkan strategi pengembangan bisnis serta kondisi eksternal. Hal ini mencakup perhitungan tren suku bunga di pasar serta suku bunga acuan.
Meskipun BI telah mengambil langkah untuk menaikkan suku bunga acuan, Rudi tidak menjelaskan secara eksplisit bahwa Bank Mandiri akan menaikkan suku bunga dasar kredit (SBDK). Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menyatakan bahwa mereka belum memiliki rencana untuk menaikkan suku bunga tersebut.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menjelaskan bahwa dengan melihat indikator yang ada, mereka belum merasa mendesak untuk mencari pendanaan secara agresif. Selain itu, rasio simpanan pada kredit atau loan to deposit ratio (LDR) bank berada dalam posisi yang masih cukup longgar, yakni sebesar 67,41%.
Selain itu, BCA juga menjelaskan bahwa mereka masih akan mengikuti bunga deposito yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hingga saat ini, LPS belum menaikkan tingkat bunga penjaminan. Dengan demikian, BCA menunjukkan bahwa mereka akan tetap memantau dan merespons perubahan kondisi dengan bijak, sambil mempertimbangkan kepentingan para nasabah dan stabilitas bank.
Berikut Ini Tingkat SBDK dan Suku Bunga KPR BCA
Berdasarkan informasi yang diambil dari sumber resmi, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) mengalami sejumlah perubahan. Untuk kredit korporasi, SBDK telah ditetapkan sebesar 7,90% sejak 28 Februari 2023. Di sisi lain, SBDK untuk kredit retail terbagi menjadi dua, yaitu 8,10% dan untuk kredit konsumsi, termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan non-KPR, memiliki suku bunga masing-masing sekitar 7,20% dan 5,96%.
Khusus untuk KPR yang ditawarkan oleh Bank Central Asia (BCA), mereka menawarkan beberapa pilihan suku bunga fix, yaitu 8 tahun dan 10 tahun. Menurut informasi yang tercatat di situs resmi per bulan September 2023, jika Anda memilih suku bunga fix 8 tahun dengan tenor minimal 15 tahun, Anda akan dikenakan suku bunga sekitar 6,30%. Namun, setelah 8 tahun berlalu, nasabah akan membayar bunga dengan skema floating. Untuk saat ini, suku bunga floating yang diberlakukan oleh BCA adalah sekitar 11%.
Bank Central Asia (BCA) juga menawarkan program suku bunga fix dan cap, yang berarti suku bunga akan mengikuti fluktuasi pasar, tetapi dengan batas tertentu. Pada saat ini, BCA memiliki suku bunga fix selama 2 tahun sekitar 3,75%, dan suku bunga cap selama 3 tahun sekitar 6,75%, dengan tenor minimal 10 tahun.
Artinya, setelah periode suku bunga fix selama 2 tahun berakhir, nasabah akan membayar bunga dengan skema floating. Namun, karena ada batas suku bunga cap selama 3 tahun sekitar 6,75%, suku bunga floating yang diterapkan pada nasabah tidak akan melebihi angka 6,75% selama 3 tahun sebelum kembali ke skema floating. Program ini memberikan fleksibilitas dan perlindungan bagi nasabah dari fluktuasi suku bunga yang berlebihan.